Upaya me-REDUKSI (Memotong) Syari’at Jihad & Istilah Islam lainnya dengan DERADIKALISASI

Yogyakarta, 24 Oktober 2011 – Ditengah hiruk pikuk pernikahan putri Raja Ngayogyokarto Sultan Hamengkubuwono X yang katanya Super Megah serta pemberitaan media yang “Super Megah” pula (karena ditayangkan secara terus menerus bahkan selalu masuk Headline News dan mengalahkan berita pembantaian dan pembakaran rumah warga Muslim di Ambon), ternyata hal tersebut tidak mempengaruhi persiapan acara Kajian Ilmiah dan Bedah Buku bertajuk “Mewaspadai Upaya Becah Belah &Pendangkalan Aqidah Umat Islam dengan DERADIKALISASI”.

Kajian ilmiah dan bedah buku yang diselenggarakan oleh Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah (MMM) Yogyakarta dan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) D.I. Yogyakarta tersebut, ternyata lepas (atau dilepaskan) dari “mata” kamera para juru warta baik media cetak maupun media-media TV nasional yang pada waktu itu masih berada di Yogyakarta. Hal ini sungguh ironi,sebab jarak antara Keraton Yogyakarta tempat acara pernikahan berlangsung dengan tempat acara kajian ilmiah dan bedah buku hanya berjarak kurang dari 5 km. Acara pernikahan yang sarat dan kental dengan ritual syirik yang bisa merusak aqidah umat islam Indonesia ditayangkan berulang kali di TV-TV, ternyata bisa mengalahkan acara kajian ilmiah yang sangat berpotensi mencerdaskan masyarakat.

Kajian ilmiah dan bedah buku sendiri diadakan pada hari Ahad pagi 23 Oktober 2011 bertempat di Aula Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Jogja.Dalam acara yang merupakan refleksi dari sebuah buku yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Surakarta berjudul “Kritik Evaluasi dan Dekontruksi Gerakan Deradikalisasi Aqidah Muslimin di Indonesia” ini, tampil sebagai pembicara yaitu Pimpinan Ponpes Al-Islam Solo yang sekaligus mewakili MUI Surakarta, KH. Mudzakkir. Kemudian dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah hadir Prof. Dr. Yunahar Illyas, MA. Serta H. M. Mahendradatta, SH.MA.MH.Ph.D, selaku Ketua Dewan Pembina Tim Pengacara Muslim (TPM). Baca pos ini lebih lanjut

Kepala BIN tak sebut penembakan di Papua sebagai aksi terorisme (?)

Umat Islam saat ini seperti dianak tirikan oleh negeri ini, padahal mayoritas pejabatnya dan aparatur pemerintah bahkan presiden dan menteri-menterinya mengkaku beragama Islam, namun pada kenyataannya terhadap agama Islam mereka acuh tak acuh, bahkan terkesan mereka menyudutkannya.  Disetiap peristiwa atau kejadian teror jika pelakunya beragama islam dan mempunyai ciri-ciri tertentu maka dengan gampangnya mereka para pemegang amanah kekuasaan dari presiden sampai aparat keamanan akan menuduh bahwa pelaku adalah teroris, walaupun tidak jatuh korban, tapi jika pelakunya non islam dan yang menjadi korban adalah umat islam atau aparat negara sendiri, sepertii baru-baru ini seperti di Ambon dan Papua, maka mereka sontak akan mengatakan, “itu hanya kriminal biasa”  padahal ada beberapa warga tewas menjadi korban.

Yang menjadi pertanyaan saat ini adalah, diletakkan di mana agama para Pemimpin kita ini yang mengaku dirinya masih islam? Kenapa Mereka melecehkan agama mereka sendiri dan membiarkan saudara mereka muslimin ambon dibantai, seolah berita itu ditutup tutupi agar tidak menjadi boomerang, tapi ingatlah wahai para penguasa, amanah kalian akan dipertanggung jawabkan dihadapan Allah swt suatu saat kalian akan memanennya…. dan berikut ini komentar Kepala BIN yang baru tentang kejadian penembakan di Papua.

JAKARTA– Seperti yang diduga, aksi-aksi penembakan berulangkali yang terjadi di Papua tidak disebut sebagai tindakan terror, melainkan kriminal murni. Dari sini tampak jelas sekali bahwa pada dasarnya pemerintah Indonesia, (seperti halnya AS dan negara-negara sekuler lain) telah mendefinisikan dan melekatkan stigma ‘terorisme’ dengan kaum Muslim terutama terhadap kelompok yang mendukung gerakan jihad. Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Letjen Marciano Norman mengklaim bahwa penembakan yang terjadi di Papua belakangan murni kriminal biasa. “Kejadian itu murni kejahatan, kriminal itu dimana dia (pelaku) merebut senjata Kapolsek, Baca pos ini lebih lanjut

Ansharut Tauhid Berikan Pernyataan Sikap Terkait Penangkapan Abu Bakar Ba’asyir

SOLO – Sekitar pukul 13:15 WIB, bertempat di kantor Jamaah Ansharut Tauhid diadakan jumpa pers dengan para wartawan terkait penangkapan amir JAT Ustad Abu Bakar Ba’asyir.

Melalui keterangan resmi Ansharut Tauhid yang disampaikan Katib ustad Abdurrahman dijelaskan bahwa penangkapan ustad Abu Bakar Ba’asyir dilakukan antara pukul 08:00-08:30 WIB.

Saat itu ustad Abu sedang bersama keluarga menghadiri undangan Tabligh di Bandung, Banjar dan Tasikmalaya. Turut dalam rombongan tersebut adalah istri Ustad Abu yakni Aisyah Baraja, istri ustad Wahyudin (Direktur PP Al Mukmin), sopir dan seorang pendamping ustad Abu.

Dalam pernyataanya JAT jelas sangat menyesalkan penangkapan tersebut karena:

1. Ustad Abu Bakar bukan DPO dalam kasus apapun.

2. Penangkapan ustad dilakukan pada detik-detik menjelang Ramadhan dan pasti akan mengganggu kegiatan dakwah Islam selama Ramadhan.

3. Cara-cara penangkapan seorang ulama sepuh seperti ustad Abu dan dilakukan di jalanan tanpa kejelasan kesalahan adalah merupakan cara-cara biadab dan kasar mirip penyergapan tentara Israel terhadap kapal Turki.

4. Dalam rombongan terdapat wanita-wanita yang sudah tua dan lelah akibat perjalanan darat yang jauh.

5. Ada kesan sangat kuat bahwa penangkapan ini adalah prestasi (credit point) yang dipaksakan menjelang lengsernya Bambang Hendarso Danuri.

6. Dugaan kami ini tidak lepas dari upaya pengalihan berbagai isu terhadap kasus yang menimpa Polri sendiri.

Dengan itu maka Ansharut Tauhid meminta pihak kepolisian agar semua yang ditangkap yakni ustad Abu Bakar Ba’asyir termasuk para wanita, sopir dan pendamping beliau dibebaskan segera tanpa syarat. Dan hingga sekarang Jamaah Ansharut Tauhid tidak mendapatkan laporan penangkapan amir mereka. [muslimdaily.net]

Tangkap Ba’asyir, Polisi Pecah Kaca Mobil

Tak beda jauh dengan penangkapan Ba’asyir pada tahun 2003 saat tengah terbaring sakit di rumah sakit (RS) PKU Muhammadiyah Solo, penangkapan terhadap Ba’asyir kali ini pun dilakukan dengan upaya kekerasan dan pemecahan kaca.

Sumber JAT menyebutkan bahwa mobil ustadz Abu dipecahkan kacanya oleh aparat Densus 88. Menurut sumber, kemungkinan kaca mobil itu dipecahkan karena Ba’asyir enggan menyerahkan diri begitu saja.

Tahun 2003, Ba’asyir diseret paksa dari bangsal rumah sakit PKU Muhammadiyah Solo. Aparat Polisi ketika itu memecahkan kaca-kaca pintu masuk ruang bangsal Ba’asyir.

Pemecahan pintu kaca tahun 2003 saat upaya penangkapan ustadz Abu di RS PKU Solo ketika itu, memakan korban para santri yang bertahan di dalam ruangan bangsal. Namun pemecahan kaca mobil yang ditumpangi ustadz Abu dan rombongan kali ini belum dapat dikonfirmasi ada korban atau tidak.

Sebagaimana sebelumnya telah diberitakan, bahwa dalam penangkapan Ustadz Abu, ikut pula ditahan seluruh penumpang rombongan dalam mobil meliputi Aisyah Baraja (istri ustadz Ba’asyir), Muslihah (istri Ustadz Wahyuddin-Direktur Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki), Widodo (pengawal ustadz Ba’asyir), dan Sartono (sopir mobil rombongan). (muslimdaily)

Ustadz Abu Kembali Ditangkap Polri

Ustadz Abu Bakar Ba’asyir (ABB) kembali ditangkap Polri pagi tadi (09/08/10). Muslimdaily menerima kabar kepastian penangkapan ini dari informasi orang dalam Jamaah Ansharut Tauhid yang tengah rapat di Markaz Pusat Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) pagi ini pukul 09.30 WIB, via ponsel.

Sementara itu, Mabes Polri juga membenarkan kabar penangkapan Amir Jama’ah Anshorut Tauhid (JAT) ustadz Abu Bakar Ba’asyir (ABB). Seperti diduga, ABB ditangkap terkait kasus “terorisme”.

“Benar, Ba’asyir ditangkap,” kata Kabidpenum Mabes Polri Kombes Marwoto Soeto saat sebagaimana dikutip dari detikcom, Senin (9/8/2010).

Menurut Marwoto, Ba’asyir ditangkap terkait kasus terorisme. Namun, dalam kasus terorisme yang mana dan sejauh mana keterlibatan pengasuh Ponpes Ngruki itu, masih belum jelas.

Menurut informasi sumber JAT yang enggan disebutkan namanya kepada redaksi Muslimdaily, mengatakan bahwa ustadz Ba’asyir ditangkap polisi di Banjar Patroman, Ciamis, Jawa Barat.

Amir JAT tersebut ditangkap saat berada dalam perjalanan seusai mengisi pengajian di Tasikmalaya. Beberapa hari sebelumnya, memang sudah beredar isu beberapa kali bahwa Ba’asyir akan ditangkap polisi terkait terorisme. Penangkapan ini dikaitkan dengan penangkapan di Bandung tempo hari. Baca pos ini lebih lanjut

“Lebih Dari 2.000 Warga Irak Tewas Sepanjang 2010 “

BAGHDAD- Setidaknya terdapat 2.405 orang telah tewas di Irak pada tahun kedelapan kehadiran salibis AS di negara tersebut. Hal ini disampaikan oleh The Monitor of Constitutional Freedom and Bill of Rights yang dipublikasikan pada Sabtu (3/7), dikutip PressTV.

Selain jumlah tersebut, lembaga ini pun melaporkan 7.163 jiwa yang mengalami cedera dan terdapat sedikitnya 63 kasus penculikan pada tahun 2010.

“Berlanjutnya kekerasan terhadap warga sipil dan non-sipil, menunjukkan betapa buruknya situasi keamanan dan dampaknya terhadap stabilitas kehidupan individu di seluruh provinsi di Irak, yang sebagian besar masih menderita dari ketegangan dalam masalah keamanan,” ungkap laporan tersebut.

Sementara itu, lembaga investigasi lain yang berbasis di California, Project Censored, melaporkan bahwa lebih dari satu juta warga Irak tewas selama pendudukan yang dipimpin oleh AS. AS berdalih invasinya ke Irak disebabkan oleh adanya senjata pemusnah massal yang disembunyikan presiden Irak terdahulu, Saddam Hussain. Namun dalih itu bohong sama sekali. Bahkan pejabat yang mengumpulkan dukungan untuk invasi memberi keterangan tentang tidak adanya senjata tersebut.

Dari sekitar 90.000 tentara AS, saat ini ditempatkan di Irak, 50.000 masih akan tetap di negara itu, padahal Washington telah berjanji untuk secara resmi mengakhiri operasi tempur di Irak. (althaf/arrahmah.com)

Peledakan Lahore, Dalih AS Untuk Terus Beroperasi Di Pakistan

Sejumlah ulama di Pakistan mengutuk peledakan di Data Darbar Lahore (Makam Ali Hajvairy). Menurut mereka, serangan tersebut tidak lain adalah konspirasi untuk mengobrak-abrik dan menyulut kekacauan di Pakistan, lansir Dawn pada Minggu (4/7).

Sejumlah media menuduh Taliban sebagai pelaku, namun hal tersebut hanyalah omong kosong semata. Tehrik-e-Taliban Pakistan telah mengumumkan bahwa pihaknya tidak terlibat dalam insiden tersebut.

Selain itu, insiden ini dinilai oleh para ulama muncul setelah sejumlah upaya diplomatis yang dilakukan AS-Pakistan. Menurut para ulama, Blackwater dan DynCorp, perusahaan keamanan swasta AS, sekali lagi membuat darah kaum muslimin tertumpah di Pakistan.

Menanggapi hal tersebut, perilaku pemerintah pun sudah bisa terbaca. Karena beberapa saat setelah kejadian, pemerintah provinsi Punjab kocar-kacir mengadakan pertemuan tingkat tinggi pada hari yang sama untuk memulai operasi melawan “militan” di Punjab.

Hampir setiap orang mengetahui bahwa kejadian pengeboman di masjid-masjid, sekolah-sekolah, universitas islam, dan pasar ini bukanlah kebetulan atau ketidaksengajaan, tetapi murni operasi yang dilakukan oleh Blackwater dan DynCorp, dua perusahaan keamanan swasta AS.
Baca pos ini lebih lanjut

MUI Kota Serang Larang Dakwah Ustadz Abu Bakar Ba’asyir

Selasa 1 Juni 2010 Dewan Pimpinan Mejalis Ulama Indonesia (MUI) kota Serang yang diketuai oleh KH. Mahmud S.Pd.I, MSI melayangkan surat resmi dengan kepala surat MUI kota Serang kepada Ustadz Abu Bakar Ba’asyir.

Dalam surat tersebut MUI kota Serang menyampaikan beberapa hal ditaranya:

Pertama, meminta kepada Ustadz Abu Bakar Ba’asyir untuk sementara waktu terhitung sejak bulan Juni 2010 agar tidak datang dan tidak melakukan kegiatan di wilayah hukum kota Serang Provinsi Banten sampai waktu tak terbatas.

Kedua, mengajak Ustadz Abu Bakar Ba’asyir untuk berkenan bersama-sama MUI kota Serang dapat menjaga suasana kondusif: tenang, damai dan tertib perihal kehidupan social masyarakat Islam di kota serang dan Provinsi Banten dalam wadah pemerintahan NKRI yang sah dan berdaulat. Baca pos ini lebih lanjut

FUI Kembali Datangi Komnas HAM Untuk Tolak Rekayasa Terorisme

JAKARTA – Tak kenal lelah itu mungkin sebuah kalimat yang berada di benak para delegasi Forum Umat Islam (FUI) dalam memperjuangkan pembelaan mereka terhadap umat Islam. Dalam waktu kurang dari satu bulan ini saja FUI telah mendatangi beberapa instansi pemerintah. Jum’at 11 Juni 2010 yang lalu masa dari FUI mengadakan aksi demonstrasi di depan gedung Mabes Polri dan sekaligus delegasi FUI menemui Wakadiv Humas Zainuri Lubis untuk menyampaikan surat terbuka kepada Kapolri Jendral Pol. Bambang Hendarso Danuri. Kemudian Kamis 17 Juni 2010 FUI kembali mendatangi Komisi III DPR/MPR RI, dan dua hari berturut-turut yakni  Selasa 22 Juni 2010 delegasi FUI mendatangi Komnas HAM dan Rabu 23 Juni 2010 FUI kembali diterima KOMPOLNAS.

Semua itu dilakukan oleh FUI demi menyuarakan apa yang disebut dengan “menolak rekayasa terorisme.”

Dalam dua pertemuan di dua tempat yang berbeda yakni di Komnas HAM dan KOMPOLNAS, delegasi FUI yang dipimpin KH. Muhammad Al-Khaththath menguraikan berbagai hal penting diantaranya adalah berbagai macam indikasi rekayasa terorisme yang telah nyata mulai sejak bom Bali I. Menurut kesaksiannya seminggu sebelum meledaknya bom Bali telah ada briefing yang menyebut-nyebut adanya jaringan teroris di Indonesia dengan tokoh-tokoh Ust. Abu Bakar Ba’asyir, Hambali dan Imam Samudra. Briefing ini dilakukan di Mabes Polri oleh Kapolri Da’i Bachtiar dan Menkopolkam Susilo Bambang Yudhoyono pada waktu itu kepada tokoh ormas Islam dan pemuda. Baca pos ini lebih lanjut

FUI : Ungkap Satgas Liar Dibalik Rekayasa Terorisme

JAKARTA – Sedianya acara pertemuan antara FUI (Forum Umat Islam) dengan Komisi III DPR RI yang membidangi hukum dan hak asasi manusia dilangsungkan pada pagi hari ini yakni Kamis, 17 Juni 2010 pukul 10.00 WIB, namun karena adanya rapat paripurna maka pertemuan FUI dengan anggota DPR RI Komisi III dilangsungkan tengah hari sekitar pukul 12.00.

Para perwakilan dari FUI terdiri dari Sekjen FUI KH. Muhammad Al-Khatthath, Munarman, Ahmad Michdan, Ahmad Sumargono ,KH. Misbahul Anam, Ust. Abu Jibril, KH. Fathul ‘Azhim, dan beberapa perwakilan tokoh ormas lainnya diterima Komisi III DPR RI.

Anggota Komisi III yang hadir diantaranya adalah; Fahri Hamzah sebagai pimpinan rapat, Firman Jaya, Ahmad Yani, Nudirman Munir, Ruhut Sitompul, dan yang lainnya.

Dalam rapat tersebut FUI (Forum Umat Islam) menyampaikan adanya rekayasa pemberantasan terorisme yang dilakukan pihak-pihak tertentu. Hal ini terlihat dengan adanya keterlibatan salah seorang oknum polisi (konon seorang desertir) yang bernama Sofyan Sauri yang telah menjadi penghubung peristiwa Aceh, Pamulang, Pejaten dan Solo. Peristiwa ini persis seperti peristiwa KOMJI (Komando Jihad) yang direkayasa aparat keamanan pada dekade 1970-an.

Dalam surat terbuka yang dilayangkan kepada angggota Komisi III DPR RI FUI menyampaikan beberapa himbauan diantaranya:

1. Menolak dan menghentikan setiap upaya rekayasa terorisme yang mengorbankan anak bangsa sendiri, terlebih seorang ulama seperti KH. Abu Bakar Ba’asyir
2. Mengontrol KAPOLRI agar tetap pada tracknya sebagai aparat keamanan yang digaji oleh rakyat, bukan bekerja untuk segelintir elit penguasa yang tunduk pada program war on terrorism yang dikendalikan AS.
3. Berkaitan dengan penahanan, penyiksaan para aktivis JAT (Jama’ah Ansharut Tauhid) dan penyegelan kantor sekretariat JAT yang merupakan salah satu anggota FUI (Forum Umat Islam) menyerukan kepada anggota komisi III untuk memanggil Kapolri dan memintanya untuk menghentikan aksi tersebut dan merehabilitasi para aktivis Islam yang direkayasa sebagai teroris sehingga mereka bisa berkativitas seperti biasa.

Munarman yang juga anggota TPM (Tim Pengacara Muslim) memberikan pemaparan berbagai keganjilan dalam operasi pemberantasan terorisme kepada anggota Komisi III. Ia mengatakan:

“Adanya posko-posko yang dibentuk oleh tim BUSER atau Satgas anti Bom –bukan Densus- dimana posko ini tidak berada di lingkungan markas kepolisian RI baik itu Mabes Polri, di Polda maupun di Polsek. Posko ini bukan hanya untuk penanganan kasus terorisme, namun posko ini juga digunakan untuk penanganan tindak pidana lainnya, contohnya; dalam tindak pidana Curas (Pencurian dengan Kekerasan) orang-orang yang ditangkap itu biasanya terlebih dahulu tidak langsung di bawa ke kantor polisi tetapi disimpan dahulu di suatu tempat, dan ini adalah hasil wawancara langsung dengan narapidana-narapidana. Jadi ditangkap, dipukuli, digebugi dulu baru kemudian dibawa ke penyidik di markas kepolisian. Baca pos ini lebih lanjut